Site icon Serf Sediennesante

Perang Bintang Luthfi-Andika dan Tarung Konsolidasi Besar versus PDIP di Jawa tengah

serf-dediennesante.com  — Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jawa tengah (Jawa tengah) 2024 mempunyai potensi akan jadi gelaran ‘perang’ pensiunan jenderal bintang empat dan bintang tiga.

Pada minggu kemarin, beberapa partai di Konsolidasi Indonesia Maju seperti Gerindra, PAN, Demokrat sampai PSI sudah mengatakan support pada Irjen Kemendag Komjen Pol Ahmad Luthfi.

Bekas Kapolda Jawa tengah itu akan terpasangkan Taj Yasin Maimoen.

Walau sudah disokong sejumlah partai, Luthfi akui belum memundurkan diri dari Polri.

“Jika ketentuannya kan sesudah ada penentuan pasangan calon baru dapat memundurkan diri. Belum (memundurkan diri), daftar saja belum,” kata Luthfi minggu kemarin.

Luthfi ialah lulusan Sekolah Perwira (Sepa) Militer Suka-rela (Milsuk) Polri 1989. Dia sebelumnya pernah memegang sebagai Wakapolres Surakarta pada 2011. Selanjutnya memegang sebagai Kapolres Surakarta 4 tahun selanjutnya.

Luthfi sempat juga memegang sebagai Riset Peraturan Madya sektor Sosbud Baintelkam Polri pada 2017, Wakapoda Jawa tengah pada 2018 dan Kapolda Jawa tengah pada 2018-2024. Pangkat bintang tiga didapatkannya sesudah promo jadi Irjen Kemendag.

Sementara tempo hari, Senin (26/8), PDIP barusan umumkan akan mengangkat bekas Panglima TNI Andika Gagah berpasangan dengan Hendrar Prihadi.

Andika ialah alumnus Akmil 1987. Dia berpengalaman di beberapa kedudukan vital saat sebelum pensiun sebagai Panglima TNI dengan bintang empat di bahu.

Andika sebelumnya pernah memegang sebagai KSAD. Awalnya, dia memegang Panglima Instruksi Cadangan Vital Angkatan Darat (Pangkostrad).

Jauh sebelumnya, Andika sempat juga memegang sebagai Komandan Paspampares, Pangdam XII/Tanjungpura dan Kadispenad.

Pemerhati politik Tubuh Penelitian dan Pengembangan Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo memiliki pendapat salah satunya faktor digotongnya Luthfi dan Andika oleh konsolidasi masing-masing, karena ingin mengulangi skema Pemilihan presiden 2024 kemarin.

Dia menjelaskan sekarang ini ada kecondongan pemilih yang menyenangi calon dengan background pensiunan.

“Menyenangi calon yang pensiunan secara dipilihnya Pak Prabowo. Skema itu yang saya berpikir di-copy untuk ditest dalam Pilgub Jawa tengah,” kata Wasisto saat dikontak, Selasa (27/8).

Faktor yang lain, Wasisto menjelaskan di Jawa tengah terjadi keterbelahan fragmen pemilih. Pasangan Prabowo-Gibran memang meraih kemenangan di daerah itu, tetapi pemilu legislatif dimenangi PDIP.

Oleh karena itu, menurutnya, diputuskannya pensiunan karena ingin merengkuh semua kelompok.

“Tempatkan pensiunan sebagai titik tengah ya. Contohnya yang disodorkan keduanya sama background nasionalis atau spiritual, saya berpikir tidak segera dapat ceruk suara,” katanya.

Disamping itu, dia berpendapat diputuskannya pensiunan untuk maju tidak terlepas dari trend keyakinan public yang lebih tinggi dari warga baik ke TNI dan Polri beberapa saat terakhir.

Wasisto menjelaskan di Jawa tengah, warga juga kenal dengan pimpinan dengan background pensiunan militer.

“Awalnya ada Pak Bibit Waluyo, Mardiyanto, sebelumnya pernah Suparjo Rustam seorang tentara, saya berpikir pemilih Jawa tengah kenal dengan calon kepala wilayah aparatur, hanya saya berpikir di Jawa tengah trend menarik, selang-seling di antara pimpinan sipil dan pimpinan militer,” katanya.

Taktik balasan PDIP
Periset Tanda Politik Indonesia Bawono Kumoro memandang digotongnya Andika Gagah oleh PDIP adalah taktik balasan dari penyalonan Ahmad Luthfi oleh partai-partai di KIM.

Sebagai bekas Kapolda Jawa tengah, menurut dia Luthfi memahami dan kuasai teritorial.

“Dalam makna tidak cuma memahami daerah, tetapi memahami bagaimana kuasai daerah-daerah itu lewat kemampuan di atas lapangan, dapat lewat jaringan aparatur keamanan, babinsa dan lain-lain. Itu kan (PDIP) harus cari musuh sebanding untuk temui Ahmad Luthfi,” kata Bawono.

Menurut dia, bila PDIP mengangkat politikus dengan background sipil, itu bukan musuh sebanding untuk Luthfi. Oleh karena itu, PDIP pilih Andika.

“Jika yang dimajukan ialah politikus sipil, sipil biasa contoh bekas bupati atau wali kota dua masa, kepenguasaan dari politikus sipil dengan bekas perwira TNI dan Polri pasti berlainan, berbeda pengetahuannya dalam kepenguasaan teritorial,” ucapnya.

Exit mobile version